Minggu, 03 Januari 2016

Larutan Non Elektrolit Hukum Raoult



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

PERCOBAAN 7
LARUTAN NON ELEKTROLIT HUKUM RAOULT
OLEH
KELOMPOK 2
KELAS C

                  ARIEF PRATAMA AVISHA                             (1407122976)
                  MAGGIE DARLENE LAUTAMA                    (1407113363)
                  ROHAYA                                                            (1407123782)
                 

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA S1
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Tujuan Percobaan
1.      Mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran.
2.      Mempelajari pengaruh gaya hantar molekul terhadap tekanan uap campuran.
1.2         Landasan Teori
Suatu larutan dikatakan ideal, jika larutan tersebut mengikuti hukum Raoult pada seluruh kisaran komposisi dari sistem tersebut. Hukum Raoult secara umum didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan hasil kali fugasitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan tekanan yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni fi = xi fi (Dogra, 1990).
Dalam larutan ideal, semua mengikuti kompenen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Bunyi dari hukum Raoult adalah: “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut” (Syukri,1999).
Dalam semua larutan encer yang tidak mempunyai interaksi kimia diantara komponen-komponennya, hukum Raoult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tidak ideal.  Tetapi hukum Raoult tidak berlaku bagi larutan tidak ideal encer. Perbedaan ini bersumber pada kenyataan molekul-molekul pelarut yang luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tidak ideal encer mengikuti hukum Henry, bukan hukum Raoult (Petrucci, 1987).
Bila dua cairan bercampur maka ruang di atasnya berisi uap kedua cairan tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen (poi) di ruangan itu lebih kecil daripada tekanan uap jenuh cairan murni (poi), karena permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi molnya masing-masing (xi) (Syukri, 1999).
PA = XA PoA
 
Jika dua macam cairan dicampur dan tekanan uap parsialnya masing-masing diukur, maka menurut hukum Raoult untuk tekanan uap parsial A berlaku (Dogra, 1990):
                                    ...................................................................................... (1.1)
PB = XB PoB
 
Sedangkan untuk tekanan uap parsial B berlaku :
                                    ...................................................................................... (1.2)
P = XA PB
 
XA dan XB disebut fraksi mol. Jumlah tekanan uap (P) menurut hukum Dalton adalah:
                                    ...................................................................................... (1.3)
Penyimpangan hukum Raoult terjadi karena perbedaan interaksi antara partikel sejenis dengan yang tak sejenis. Misalnya campuran A dan B, jika daya tarik A-B lebih besar dari A-A atau B-B, maka kecenderungan bercampur lebih besar, akibatnya jumlah tekanan uap kedua zat lebih kecil daripada larutan ideal disebut penyimpangan negatif. Penyimpangan positif terjadi bila daya tarik A-B lebih kecil daripada daya tarik A-A dan B-B, akibatnya tekanan uapnya menjadi lebih besar dari larutan ideal. Sifat suatu larutan mendekati sifat pelarutnya jika jumlahnya lebih besar. Akan tetapi larutan dua macam cairan dapat berkomposisi tanpa batas, karena saling melarutkan. Kedua cairan dapat sebagai pelarut atau sebagai zat terlarut tergantung pada komposisinya (Syukri,1999).
Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik molekul-molekul komponennya sama dengan gaya tarik menarik anatara molekul dari masing-masing komponennya. Jadi, bila larutan zat A dan B bersifat ideal, maka gaya tarik antara molekul A dan B, sama dengan gaya tarik antara molekul A dan A atau antara B dan B (Hedricson, 1988).
Bila dua cairan bercampur, maka ruang diatasnya berisi uap kedua cairan tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen di ruangan itu lebih kecil daripada tekanan uap jenuh cairan murni, karena permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi molnya masing-masing  (Hedricson, 1988).
Campuran ideal adalah sebuah campuran yang menaati hukum Raoult. Sebenarnya tidak ada campuran yang bisa dibilang ideal. Tapi beberapa campuran larutan kondisinya benar-benar mendekati keadaan yang ideal (Hedricson, 1988).
Larutan non ideal dapat menunjukkan penyimpangan positif (dengan tekanan uap lebih tinggi daripada yang diprediksikan oleh hukum Raoult) atau penyimpangan negatif (dengan tekanan uap lebih rendah). Pada tingkat molekul penyimpangan negatif muncul bila zat terlarut menarik molekul pelarut dengan sangat kuat, sehingga mengurangi kecenderungannya untuk lari ke fase uap. Penyimpangan positif muncul pada kasus kebalikkannya yaitu bila molekul pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu sama lain (Oxtoby, 2001)
1.2.1 Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3/ CH3COOC2H5. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Etil Asetat adalah pelarut polar yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor,oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 30 % dan larut dalam air hingga kelarutan 8 % pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun denikian,senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam (Fessenden, 1982).
1.2.2 Toluen
Toluena, dikenal juga sebagai metilbenzena ataupun fenilmetana, adalah cairan bening tak berwarna yang tak larut dalam air dengan aroma sepertipengencer cat dan berbau harum seperti benzena. Toluena adalahhidrokarbon aromatik yang digunakan secara luas dalam stok umpan industri dan juga sebagai pelarut. Seperti pelarut-pelarut lainnya, toluena juga digunakan sebagai obat inhalan oleh karena sifatnya yang memabukkan. Titik didih toluene 110. 6oC, kepadatan 866. 90 kg/ m3 dan massa molar 92, 14 g/ mol (Fessenden, 1982).

.1.2.3 Larutan Non Elektrolit
Suatu larutan adalah campuran homogen  dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga tak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan  mikroskop optis sekalipun. Dalam  campuran heterogen  permukaan-permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang terpisah (Dogra, 1990).
Biasanya dengan larutan dimaksudkan fase cair. Lazimnya adalah satu komponen (penyusun) larutan semacam itu adalah suatu cairan sebelum campuran itu dibuat. Cairan ini disebut medium pelarut atau solvent. Zat yang terlarut disebut solute . dalam hal-hal yag meragukan, zat yang kuantitasnya lebih kecil disebut zat terlarut. Contoh zat terlarut dalam suatu campuran 50 : 50 dari etil alkohol dan air (Dogra, 1990).
Fasa cair mempunyai beberapa sifat fisika diantaranya : titik didih, berat jenis, titik beku, tekanan uap, dan tekanan osmosis.  Suatu zat yang dapat larut, jika ditambahkan pada pelarut maka akan mengakibatkan berubahnya sifat fisika dari pelarut murni. Sifat koligatif larutan dimaksud sebagai sifat-sifat fisika larutan yang hanya tergantung pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak tergantung pada jenis zat terlarut (Oxtoby, 2001).
Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik dan tidak menimbulkan gelembung gas. Pada larutan non elektrolit, molekul-molekulnya tidak terionisasi dalam larutan, sehingga tidak ada ion yang bermuatan yang dapat menghantarkan arus listrik (Oxtoby, 2001).
1.2.4 Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut). Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat Larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion (Oxtoby, 2001).
Sifat koligatif larutan non elektrolit lebih rendah dari pada sifat koligatif larutan elektrolitUntuk memaksimumkan kepekaan dalam pengukuran larutan dengan hantaran tinggi diperlukan suatu sel dengan tetapan sel yang tinggi. Suatu larutan dengan konsentrasi yang berbeda akan mempunyai hantaran jenis yang berbeda, karena volume larutan dengan konsentrasi berbeda mengandung ion yang berbeda. Karena itu, untuk memperoleh ukuran kemampuan mengangkut listrik dari sejumlah tertentu elektrolit, disebut hantaran molar. Dalam hal ini hantaran dinyatakan dalam bentuk jumlah muatan individual yang diangkut (Oxtoby, 2001).
1.2.5 Penurunan Tekanan Uap Jenuh
Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan berkurang (Sulaiman, 1990).
Hukum Raoult adalah larutan yang data tarik menarik antara molekul-molekul yang tidak sejenis sama dengan gaya tarik menarik antara molekul-molekul yang sejenis. Tekanan uap dari masing-masing kompoen penyusunnya sebanding dengan fraksi mol komponen-komponen tersebut dan sebanding pula dengan tekanan uap murni komponen penyusunnya (Petrucci, 1987).
Suatu zat cair pada setiap temperatur mempunyai tekanan uap yang berbeda. Semakin tinggi temperatur, semakin besar tekanan uap zat cair itu. Berikut ini dapat dilihat tekanan uap jenuh pelarut air pada berbagai temoperatur .Hukum Raoult suatu larutan yang sangat encer, yaitu larutan yang memiliki mol fraksi pelarut jauh lebih besar dari mol fraksi zat terlarut (Petrucci, 1987).
Apabila sebuah larutan mempunyai tekanan uap yang tinggi pada sebuah suhu, ini berarti bahwa molekul-molekul yang berada dalam larutan tersebut sedang melepaskan diri dari permukaan larutan dengan mudahnya. Apabila pada suhu yang sama, sebuah larutan lain mempunyai tekanan uap yang rendah, ini berarti bahwa molekul-molekul dalam larutan tersebut tidak dapat dengan mudah melepaskan diri. Ada dua cara untuk melihat hal ini, yaitu (Oxtoby, 2001):
1.      Apabila molekul-molekul dalam larutan sedang melepaskan diri dengan mudahnya dari permukaan larutan, ini berarti bahwa daya tarik intermolekuler relatif lemah. Dengan demikian,  tidak perlu memanaskannya dengan suhu terlalu tinggi untuk memutuskan semua daya tarik intermolekuler tersebut dan membuat larutan ini mendidih. Larutan dengan tekanan uap yang lebih tinggi pada suatu suhu tertentu adalah larutan yang titik didihnya lebih rendah.
2.      Larutan akan mendidih ketika tekanan uapnya menjadi sama dengan tekanan udara luar. Apabila sebuah larutan mempunyai tekanan uap yang tinggi pada suhu tertentu,  tidak perlu menambah tekanan uapnya supaya menjadi sama dengan tekanan udara luar. Di lain pihak, apabila tekanan uapnya rendah,  harus meningkatkan tekanan uapnya setinggi-tingginya sampai besarnya menjadi sama dengan tekanan udara luar.


BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1       Alat
1.   Corong Kaca                                4.  Statif  dan klem
2.   Termometer                                  5.  Gelas ukur 10ml
3.   Pipet Tetes                                    6.  Alat Refluk ( Labu leher dua 250ml,
                                                               kondensor, pemanas)
2.2       Bahan
1.   Etil Asetat
2.   Toluene
2.3       Prosedur percobaan
1.     Alat refluk yang terdiri dari labu leher dua 250 ml. pemanas dan kondensor dirangkai dan termometer dicelupkan ditengah larutan tanpa menyentuh labu dan setiap kali larutan ditambah, pemanas dimatikan.
2.     10 ml etil asetat dimasukkan ke dalam labu dan dipanaskan hingga memdidih. Titik didih dicatat.
3.     Toluene ditambahkan sebanyak 2 ml hingga 10 ml dan dipanaskan. Titik didih nya dicatat.
4.     Campuran larutan dipindahkan ke wadah kosong dan ditutup.
5.     10 ml toluene dimasukkan ke dalam labu dan dipanaskan hingga mendidih. Titik didih dicatat.
6.     Etil asetat ditambahkan sebanyak 2 ml hingga 10 ml dan dipanaskan. Titik didih nya dicatat.

BAB III
HASIL DAN DISKUSI
3.1       Hasil
Tabel 3.1 Pengamatan Komposisi Etil Asetat terhadap Titik Didih
Campuran

Fraksi Mol Etil Asetat
Titik Didih (oC)
Jumlah Volume
Etil Asetat (ml)
Toluen (ml)
10
0
1
76
10
2
0,847
79
10
4
0,729
82
10
6
0,641
85
10
8
0,571
89
10
10
0,515
93
8
10
0,462
80
6
10
0,393
83
4
10
0,298
87
2
10
0,175
94
0
10
0
110

3.2       Diskusi
Percobaan ini menggunakan etil asetat dan toluene. Sesuai dengan referensi yang ada, bahwa titik didih etil asetat sebesar 76 oC sementara titik didih toluene sebesar 110 oC. Berdasarkan titik didih yang dijadikan sebagai referensi atau pembanding, maka percobaan ini mengamati titik didih larutan etil asetat terhadap penambahan toluene atau pengamatan titik didih toluene terhadap komposisi etil asetat yang lebih banyak.
            Pencampuran kedua larutan tersebut tetap memperhatikan sifat-sifat larutan masing - masing, maksudnya apakah kedua larutan tersebut dapat membentuk campuran ideal atau tidak. Campuran ideal adalah campuran yang menaati Hukum Raoult. Campuran ideal memiliki gaya tarik menarik yang sangat kuat antara larutan yang dicampurkan daripada gaya tarik menarik larutan sejenis. Gaya antar molekul yang berikatan mempengaruhi tekanan uap dari larutan tersebut.
Titik didih larutan dipengaruhi oleh fraksi mol. Perubahan fraksi mol zat terlarut mengakibatkan perubahan titik didih campuran.Semakin tinggi titik didih campuran maka semakin tinggi atau besar pula jumlah fraksi mol zat tersebut, namun apabila titik didih larutan menurun maka menandakan pula bahwa fraksi mol juga kecil. Dapat dikatakan bahwa antara komposisi dengan titik didihnya berbanding lurus.
Larutan ideal yang dalam keadaan seimbang antara larutan dan uapnya, maka perbandingan antara tekanan uap salah satu komponennya (misal A) PA/PA°  sebanding dengan fraksi mol komponen (XA)   yang   menguap dalam larutan pada suhu   yang   sama. Dalam sebuah larutan, beberapa molekul yang berenergi besar dapat menggunakan energinya untuk mengalahkan daya tarik intermolekuler permukaan cairan dan melepaskan diri untuk kemudian menjadi uap. Semakin kecil daya intermolekuler, semakin banyak molekul yang dapat melepaskan diri pada suhu tertentu. Pada suhu tertentu, sebagian dari molekul - molekul yang ada akan mempunyai energi yang cukup untuk melepaskan diri dari permukaan larutan.

Gambar 3.1 Grafik Antara Fraksi Mol Vs Titik Didih Campuran
Dari grafik diatas ini maka dapat dilihat dengan meningkatnya fraksi mol etil asetat dan toluene juga meningkat. Pada saat fraksi etil asetat sama dengan 0, itu menunjukkan bahwa hanya toluene yang dipanaskan mencapai titik didihnya atau bisa dikatakan volume etil asetat sama dengan 0. Selanjutnya saat fraksi mol etil asetat sama dengan 1 itu menunjukkan bahwa hanya etil asetat yang dipanaskan hingga mencapai titik didihnya atau bisa dikatakan bahwa volume toluene sama dengan 0.
Selain itu dari grafik juga dapat dilihat bahwa pada pencampuran larutan di dapat titik didih campuran meningkat seiring dengan meningkatnya fraksi mol etil asetat. Pada saat penambahan toluene kedalam etil asetat atau komposisi etil asetat dipertahankan konstan sebanyak 10 ml sementara komposisi toluene divariasikan jumlah volumenya, titikdidihetilasetatsemakin lama semakin meningkat dari suhu sebesar 76oC. Namun pada saat volume toluene yang dijaga konstan namun volume etil asetat divariasikan maka titik didih campuran turun dari suhu 110 oC.
Penurunan titik didih hanya terjadi apabila fraksi mol yang didapat juga kecil , sebaliknya apabila terjadi kenaikan titikdidih yang signifikan itu menandakan fraksi mol larutan tersebut besar atau tinggi. Sesuai grafik yang dibuat, penyimpangan Hukum Raoult yang terjadi adalah penyimpangan positif. Penyimpangan positif Hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam masing – masing zat lebih kuat daripada interaksi dalam campuran zat ( A – A, B – B > A – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix > 0). Dari penyimpangan tersebut dapat diketahui bahwa pencampuran antara etil asetat dan toluene bukan campuran yang ideal. Gaya antar molekul yang terjadi pada etil asetat sendiri adalah gaya London, sementara gaya antar molekul yang terjadi pada toluene sendiri adalah gaya Van der waals. Perbedaan gaya antar molekul tersebut dapat mempengaruhi ikatan antar molekul campuran. Hal inilah yang menyebabkan bahwa ikatan antar molekul campuran antar etil asetat dan toluene sangat lemah atau kecil, namun ikatan antar molekul sejenisnya sangat besar dan kuat.
Campuran yang non ideal mempunyai sifat fisika   yang   berubah dari keadaan idealnya. Sifat ini disebut sebagai sifat koligatif larutan yang hanya tergantung pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak tergantung pada sifat dan keadaan partikel. Larutan yang memiliki sifat koligatif harus memenuhi dua asumsi yaitu zat terlarut tidak mudah menguap sehingga tidak memberikan konstribusi pada uapnya. Asumsi yang kedua adalah zat terlarut tidak larut dalam pelarutnya. Sifat koligatif larutan meliputi juga penurunan tekanan uap dan kenaikan titik didih. Dapat diambil kesimpulan bahwa tekanan uap dipengaruhi oleh gaya antar molekul, semakin besar gaya antar molekulnya maka semakin kecil tekanan uap campurannya, namun apabila semakin kecil gaya antar molekulnya maka semakin besar tekanan uapnya.
Berdasarkan teori yang ada bahwa titik didih etil asetat adalah 77 oC, namun saat percobaan didapat titik didih etil asetat hanya sebesar 76 oC. Penurunan titik didih etil asetat ini tidak sesuai dengan literaturatu referensi dikarenakan pada saat praktikum kemungkinan rangkaian alat tidak benar, artinya masi ada larutan etil asetan yang menguap. Hal ini mengingatkan juga bahwa larutan etil asetat merupakan larutan yang sangat mudah menguap.
Penguapan bisa terjadi melalui celah – celah penghubung antara tempat pemasukan pada mulut labu atau sambungan labu ke kondensor yang tidak tertutup rapat dan tidak pula ditutup dengan aluminium foil. Penurunan titik didih yang terjadi seharusnya terlihat signifikan sesuai dengan teori yang ada, namun pada percobaan penurunan titik didih yang terjadi tidak terlalu jauh selisihnya dengan titik didih sebelumnya, hal ini dapat terjadi karena adanya kesalahan pengamatan dalam proses pengukuran suhu melalui termometer atau dikarenakan pada saat untuk mengukur titik didih selanjutnya larutan tersebut tidak didinginkan terlebih dahulu sehingga suhunya pun mendekati titik didih yang sebelumnya, begitu pula pada saat terjadinya kenaikan titik didih.



BAB IV
PENUTUP
5.1       Kesimpulan
1.  Hubungan antara titik didih berbanding lurus, semakin besar titik didih maka semakin besar pula fraksi molnya atau semakin kecil titik didih maka semakin kecil pula fraksi mol larutan.
2.  Tekanan uap campuran dipengaruhi gaya antar molekul campuran tersebut. Gaya antar molekul berbanding terbalik dengan tekanan uap campuran. Dimana ikatan antar molekul sejenis lebih kuat daripada ikatan antar molekul campuran.
5.2       Saran
1.  Diharapkan praktikan menggunakan masker dan sarung tangan karena larutan etil asetat dan toluene merupakan bahan beracun dan mudah terbakar.


DAFTAR PUSTAKA
Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisika dan Soal-soalJakarta: UI-Press.
Fessenden. 1982.  Kimia Organik Jilid I.  Jakarta: Erlangga.
Hedricson. 1988.  Kimia Organik. Bandung:  ITB.
Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, R. H. 1987. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sulaiman, A. 1990.  Kimia Dasar Untuk Universitas. Medan: USU.
Syukri. 1999. Kimia Dasar. Bandung: ITB.


LAMPIRAN
PERHITUNGAN
1.      Mr Etil Asetat : 88,12
Mr Toluene : 92,14
 Etil Asetat : 0,897 gr/cm3
 Toluene : 0,87 gr/cm3
a.       10 ml Etil Asetat : 0 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,1
-          Ntoluene :
            :
            : 0
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 1
-          Xtoluene :
            :
            : 0
b.      10 ml Etil Asetat : 2 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,1
-          Ntoluene :
            :
            : 0,018
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0,847
-          Xtoluene :
            :
            : 0,152
c.       10 ml Etil Asetat : 4 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,1
-          Ntoluene :
            :
            : 0,037
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0,729
-          Xtoluene :
            :
            : 0,279
d.      10 ml Etil Asetat : 6 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,1
-          Ntoluene :
            :
            : 0,056
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0,641
-          Xtoluene :
            :
            : 0,358
e.       10 ml Etil Asetat : 8 ml Toluene
f.       Netil asetat :
            :
            : 0,1
g.       Ntoluene :
            :
            : 0,075
h.      Xetil asetat :
                  :
                  : 0,571
i.        Xtoluene :
            :
            : 0,428
j.        10 ml Etil Asetat : 10 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,1
-          Ntoluene :
            :
            : 0,094
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0,515
-          Xtoluene :
            :
            : 0,484
k.      8 ml Etil Asetat : 10 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,081
-          Ntoluene :
            :
            : 0,094
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0,462
-          Xtoluene :
            :
            : 0,537
l.        6 ml Etil Asetat : 10 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,061
-          Ntoluene :
            :
            : 0,094
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0,393
-          Xtoluene :
            :
            : 0,606
m.    4 ml Etil Asetat : 10 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,040
-          Ntoluene :
            :
            : 0,094
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0,298
-          Xtoluene :
            :
            : 0,701
n.      2 ml Etil Asetat : 10 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0,020
-          Ntoluene :
            :
            : 0,094
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0,175
-          Xtoluene :
            :
            : 0,824
o.      0 ml Etil Asetat : 10 ml Toluene
-          Netil asetat :
            :
            : 0
-          Ntoluene :
            :
            : 0,094
-          Xetil asetat :
                  :
                  : 0
-          Xtoluene :
            :
            : 1


2.      Buat grafik titik didih sebagai fungsi fraksi mol etil asetat!









                                                                                                                       


LAMPIRAN
PERTANYAAN
1.      Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini? Ideal atau tidak? Kalau tidak ideal, penyimpangan mana yang dapat dilihat?
-          Sifat dari campuran etil asetat dan toluene bersifat tidak ideal karena terbentuk penyimpangan
-          Penyimpangan yang terbentuk adalah penyimpangan positif karena titik didih larutan lebih rendah dari pada titik didih larutan murni


LAMPIRAN
DOKUMENTASI







 











Gambar 1. Rangkaian Alat Refluks     Gambar 2. Larutan Etil Asetat dan Toluene

Tidak ada komentar:

Posting Komentar